Arabika Hight Class



Arabika Hight Class merupakan produk unggulan kami yang terbaik. Kami melakukan tipe yang satu ini secara special dan di proses dengan para ahli. Dari cara penanaman, perawatan hingga pasca panen. Dan dari pengolahan biji serta penjemuran kami lakukan dengan cara terbaik dari hasil penelitian yang kami pelajari dengan kurun waktu yang sudah bertahun-tahun.

Cita rasa Arabika Hight Class kami sangat kental akan cita rasa kopi Aceh Gayo dan Aroma yang khas membuat Anda menyenangi hari-hari Anda. Begitulah kopi bukan hanya sekedar minuman.


Roasting (kg)  Rp  240.000,-
Brewed (250g) Rp   80.000,-
Brewed (100g) Rp   45.000,-

Arabika Medium Specialty




Arabika premium specialty adalah biji kopi pilihan kategori grade satu. Arabika premium specialty merupakan produk unggulan kami. Aroma khas kopi gayo dan citarasa yang mantap menjadi ciri khas karakter biji kopi yang satu ini.


Roasting (kg)   Rp 200.000,-
Brewed (250g)  Rp  60.000,-
Brewed (100g)  Rp  35.000,-


Order Sekarang
Daftar Harga Produk Lainnya

Robusta


Robusta merupakan biji kopi yang memiliki aroma yang "mantap" dan memiliki harga yang relative lebih murah dibanding jenis Arabika. maka dari itu menjadikan jenis kopi yang satu ini selalu diminati di pasaran. Dan di Indonesia sendiri jenis biji kopi robusta adalah yang dominan di pasaran.

Roasting (kg)    Rp 100.000,-
Brewed (250g)  Rp   35.000,-
Brewed (100g)  Rp   20.000,-


Order Sekarang
Daftar Harga Produk Lainnya

Kopi Arabika Gayo



Jenis Kopi Arabika merupakan jenis kopi terbanyak dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo di dataran tinggi Gayo Aceh. Hasil produksi Kopi Arabika dari Tanah Gayo ini adalah yang terbesar di Asia. Kopi Gayo Aceh memang memiliki cita rasa khas dan sudah diakui oleh seorang pakar uji cita rasa (cupper) kopi dunia, Christopher Davidson. Keberadaan kopi gayo juga tak lepas dari sejarah panjang penjajahan Belanda di Aceh bagian tengah pada awal abad ke 10. Pada tahun 1918 pemerintah Belanda menjadikan kopi gayo sebagai produk masa depan, hal ini seiring dengan tingginya minat pasar mancanegara terhadap keunikan cita rasa kopi gayo Aceh. Sebagian besar komoditas kopi arabika Gayo tersebut dikembangkan di tiga kabupaten yaitu Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Total perkebunan kopi Gayo Aceh pada tahun 2010 mencapai sekitar 94.500 hektare, terdiri dari 48.500 hektare di Aceh Tengah, 39.000 hektare di Kabupaten Bener Meriah, dan 7.000 hektare di Gayo Lues.

Sumber : wikipedia

Kopi Sumatera Gayo


Gayo adalah nama suku asli yang mendiami daerah ini. Mayoritas masyarakat Gayo berprofesi sebagai Petani Kopi. Varietas Arabika mendominasi jenis kopi yang dikembangkan oleh para petani Kopi Gayo. Produksi Kopi Arabika yang dihasilkan dari Tanah Gayo merupakan yang terbesar di Asia
Kopi Gayo (Gayo Coffee) merupakan salah satu komoditi unggulan yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo. Perkebunan Kopi yang telah dikembangkan sejak tahun 1908 ini tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Kedua daerah yang berada di ketinggian 1200 m dpl tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia yaitu dengan luasan sekitar 81.000 hektar. Masing-masing 42.000 ha berada di Kabupaten Bener Meriah dan selebihnya 39.000 ha di Kabupaten Aceh Tengah.
Kopi yang saat ini sudah dikenal luas sebagai minuman dengan cita rasa khas dan dipercaya mempunyai manfaat besar bagi peminumnya, telah dikenal sejak abad-abad sebelum Masehi. Menurut sumber tertulis kopi berasal dari daerah jazirah Arab. Keterkaitan dunia Arab dengan kopi juga dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa istilah “kopi” berasal dari bahasa Arab, quahweh. Dari dunia Arab, istilah tadi diadopsi oleh negara-negara lainnya melalui perubahan lafal menjadi cafe (Perancis), caffe (Italia), kaffe (Jerman), koffie (Belanda), coffee (Inggris), dan coffea (Latin). Namun diantara pakar masih belum ada persesuaian pendapat tentang daerah asal kopi. Berbagai daerah telah diindentifikasikan sebagai daerah dan habitat asal tanaman kopi oleh pakar dari berbagai keahlian.
Linnaeus seorang botanikus dalam sebuah tulisannya yang terbit tahun 1753 berpendapat bahwa habitat kopi terletak diantara daerah subur Saudi Arabia yang disebut Arabia Felix, yang kemudian dikenal dengan nama Mekkah. Karenanya dia memberi nama tanaman tadi Coffea arabica. Akan tetapi di dalam tulisannya kemudian di tahun 1763 dia menyebutkan daerah asal kopi sebagai “Arabia” dan “Ethiopia”, meskipun dia lebih memberi titik tekan pada Arabia, dan hanya menyebutkan Ethiopia dalam kaitannya dengan Arabia.
Pendapat lain dari Lankester (1832) mengatakan bahwa Coffea arabica dibawa dari Persia ke Saudi Arabia. Sedangkan kajian historis yang dilakukan oleh Southard (1918 membawa pada kesimpulan bahwa pada abad XI bangsa Arablah yang membawa biji-bijian kopi dari suatu daerah di Ethiopia yang disebut Harar. De Condolle, sebagaimana dilaporkan oleh Fauchere (1927) berpendapat bahwa kopi merupakan tanaman liar yang tumbuh di Abyssiria, Ethiopia, Sudan, Mozambique dan Guinea.
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, nampaknya sebagian besar para ahli mengidentifikasikan Ethiopia sebagai daerah asal Coffea arabica. Jenis kopi yang kemudian diketemukan di pegunungan Ruwenzeri (Uganda), sekitar 450-600 km di selatan habitat asal Coffea arabica, ternyata dari spesies yang meskipun dekat, akan tetapi berbeda.
Adapun penyebaran tumbuhan kopi ke Indonesia dibawa seorang berkebangsaan Belanda pada abad ke-17 yang mendapatkan biji Arabika mocca dari Arabia ke Batavia (Jakarta). Kopi arabika itu pertama-tama ditanam dan dikembangkan di sebuah tempat bagian timur Jatinegara, Jakarta yang menggunakan tanah partikelir Kesawung yang kini lebih dikenal Pondok Kopi. Penyebaran selanjutnya dari tanaman kopi tersebut sampai juga ke kawasan dataran tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah. Dari masa kolonial Belanda hingga sekarang Kopi Gayo khususnya telah menjadi mata pencaharian pokok mayoritas masyarakat Gayo bahkan telah menjadi satu-satunya sentra tanaman kopi kualitas ekspor di daerah Aceh Tengah. Selain itu bukti arkeologis berupa sisa pabrik pengeringan kopi masa kolonial Belanda di Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Aceh Tengah telah memberikan kejelasan bahwa kopi di masa lalu pernah menjadi komoditas penting perekonomian di sana.



Kopi Gayo Dalam Kajian Sejarah



‎Kehadiran kekuasaan Belanda di Tanah Gayo tahun 1904 serta merta diikuti pula dengan hadirnya pendatang-pendatang yang menetap di sini. Pada masa itu wilayah Aceh Tengah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya. Di sisi lain kehadiran Belanda juga telah memberi penghidupan baru dengan membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di Tanah Gayo (di ketinggian 1.000 - 1.700 m di atas permukaan laut). Kondisi ini berbeda dengan lokasi tanam di Sumatera Timur, kopi ditanam di areal bekas tanaman tembakau Deli yang kurang baik (Sinar, tt:316). Tanaman Tembakau Deli dikatakan kurang baik karena masa depan tembakau Deli waktu itu masih belum pasti.

Sebelum kopi hadir di dataran tinggi Gayo tanaman teh dan lada telah lebih dulu diperkenalkan di sana. Menurut ahli pertanian Belanda JH Heyl dalam bukunya berjudul “Pepercultuur in Atjeh” menerangkan asalnya tanaman lada dibawa dari Mandagaskar (Afrika Timur) dalam abad VII atau VIII ke tanah Aceh (Zainuddin, 1961:264). Sayangnya kedua tanaman itu kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah kolonial. Pada akhirnya Belanda kemudian memperkenalkan dan membuka perkebunan kopi pertama seluas 100 ha pada tahun 1918 di kawasan Belang Gele, yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah. Selain dibukanya lahan perkebunan, di tahun 1920 muncul kampung baru masyarakat Gayo di sekitar perkebunan kopi Belanda itu, dan pada tahun 1925-1930 mereka membuka sejarah baru dengan membuka kebun-kebun kopi rakyat. Pembukaan itu didasari oleh pengetahuan yang diperoleh petani karena bertetangga dengan perkebunan Belanda itu. Pada akhir tahun 1930 empat buah kampung telah berdiri di sekitar kebun Belanda di Belang Gele itu, yaitu Kampung Belang Gele, Atu Gajah, Paya Sawi, dan Pantan Peseng (Melalatoa, 2003:51).
Salah satu bukti kepurbakalaan yang berkaitan dengan komoditas kopi ini adalah temuan berupa sisa pabrik pengeringan kopi (biji kopi) di dekat Mesjid Baitul Makmur, Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Bener Meriah (dulu Aceh Tengah), Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Susilowati,2007). Secara astronomis terletak pada 040 36.640′ LU dan 0960 45.660′ BT (47 N 0251594 UTM 0510018). Bekas pabrik pengeringan kopi tersebut menempati lahan berukuran 110 m x 60 m, sebagian kini telah menjadi lahan Pesantren Terpadu Darul Uini. Pada lahan tersebut terdapat sisa bangunan berupa sisa pondasi, sisa tembok bangunan, bekas tempat kincir air, dan beberapa kolam tempat proses pengeringan kopi.
Tempat kincir air ditandai dengan 3 buah tembok berketebalan 15 cm, tinggi sekitar 2 m dan di bagian permukaan atasnya dijumpai masing-masing 2 buah baut besi yang diperkirakan sebagai tempat bertumpunya kincir angin. Di dekat bekas tempat kincir air tersebut dijumpai dua buah kolam tempat pemrosesan kopi, salah satunya berukuran panjang sekitar 2,65 m, lebar, 2,33 m dan tinggi sekitar 1,25 m. Pada bagian selatan terdapat saluran air yang menuju ke kolam di bagian selatan. Selain itu juga terdapat bekas tembok kolam pengering gabah kopi di bagian paling selatan setelah tembok saluran air. Pada bekas tembok kolam tersebut masih terdapat lubang saluran air di bagian utara. Setelah masa kemerdekaan pabrik tersebut pernah terlantar, selanjutnya sekitar tahun 1960-an hingga tahun 1979 pabrik tersebut pernah dikelola oleh PNP I, kemudian kepemilikannya berpindah ke PT Ala Silo dan terakhir lahannya kini dimiliki oleh Dinas Perkebunan Pemerintah Daerah Kab. Aceh Tengah.
Pada paruh kedua tahun 1950-an setelah lepas dari gangguan keamanan akibat pergolakan DI/TII yang menyebabkan keadaan ekonomi rakyat morat-marit, orang Gayo mulai berkebun kopi. Pada periode itu hutan-hutan dibabat untuk dijadikan kebun kopi. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah tercatat sebagai penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Luas areal kebun kopi di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 1972 adalah 19.962 ha.
Perkebunan kopi bagi warga Kabupaten Bener Meriah (pemekaran dari Kab. Aceh Tengah) dan Kabupaten Aceh Tengah merupakan urat nadi perekonomian yang paling menonjol, selain perdagangan sayur mayur seperti kol/kubis, wortel, cabai, dan cokelat. Sebagai komoditas ekspor, 27.953 keluarga di Aceh Tengah menggantungkan hidup mereka pada budi daya kopi dengan luas areal 46.392 ha, dan dengan rata-rata 720,7 kg/ha/tahun (BPS Kab. Aceh Tengah 2005:144-145). Konflik yang berkepanjangan menyebabkan sedikitnya 6.440 ha lahan kopi telantar dan 5.037 keluarga kehilangan lapangan kerja.
Setelah konflik mereda dan ditandatanganinya perjanjian damai RI-GAM pada akhir tahun 2005, para petani kopi kini mulai berani bercocok tanam di kebun kopi yang terletak jauh di lereng gunung, tidak sekedar menanam kopi di pekarangan rumah. Harga jual kopi pun -meski dipengaruhi harga kopi dunia- relatif stabil dan terus menguat karena jalur perdagangan antara Takengon - Bireun - Lhoksemauwe - Medan dapat dilalui kendaraan angkut tanpa resiko besar. Kini, aktivitas perkebunan kopi mulai bangkit kembali dan kini telah menjadi tulang punggung perekonomian di KabupatenAceh Tengah dan Bener Meriah.


sumber : acehpedia

Peaberry


Arabika PeaBerry (Roasting Bean) merupakan biji tunggal. Dimana peaberry sangat dicari pecinta kopi karena citarasa peaberry yang lebih menonjol daripada tipe kopi lainnya. Untuk produk yang satu ini kami baru menyediakan untuk Anda para pelaku di bisnis kopi dan belum tersedia untuk bubuk peaberry.

Roasting (Kg)    :   Rp  350.000,-


Order Sekarang
Daftar Harga Produk Lainnya

Proses Pengolahan Kopi


Kopi akan menjalani serangkaian proses pengolahan yang panjang dari biji kopi hingga menjadi minuman kopi. Berbagai metode telah dicoba untuk menghasilkan minuman kopi terbaik, yang mana dalam hal ini proses penanaman turut berperan dalam menciptakan citarasa kopi terbaik.

1. Pemanenan dan Pemisahan Cangkang
Tanaman Kopi selalu berdaun hijau sepanjang tahun dan berbunga putih, bunga ini kemudian akan menghasilkan buah yang mirip seperti ceri terbungkus dengan cangkang. Hasil dari pembuahan dari bunga inilah yang disebut dengan biji kopi. Pemanenan biji kopi biasanya dilakukan secara manual dengan tangan. Pada tahap selanjutnya biji kopi yang telah dipanen ini akan dipisah cangkangnya. Terdapat dua metode yang umum dipakai yaitu dengan pengeringan dan penggilingan dengan mesin.

2. Penjemuran Green Bean

Pengujian pada tahap ini terus dikembangkan demi terciptanya biji kopi dengan citarasa terbaik. Penjemuran yang baik adalah penjemuran yang tertutup jauh dari polusi. Dan untuk alasnya penjemuran yang baik tidak tersentuh langung dengan tanah maupun lantai.

3. Pemanggangan (Roasting)
Dijaman modern ini dan untuk menjaga kualitas rasa, Roasting terbaik adalah mengikuti perkembangan teknologi dengan memakai mesin roasting biji kopi. Pada tahap ini dibutuhkan keahlian khusus, dari pemilihan biji kopi hingga skill untuk memanggang. Pemilihan kadar air untuk biji yang akan diroasting biasanya memiliki kadar air 12-14% kadar air dan lamanya pemanggangan memakan waktu hingga 12-20 Menit tergantung dari mesin dan banyaknya biji kopi yang diroasting.

4. Penggilingan
Pada tahap selanjutnya biji kopi yang telah dipanggang dilakukan pendinginan. Untuk menjaga kualitas rasa, ada baiknya biji kopi yang telah diroasting di simpan ditempat yang sejuk selama 3hari. Setelah disimpan biji kopi baru siap untuk digiling. Jika untuk menikmati sendiri bisa langsung disajikan minuman kopinya, dan untuk industri biji kopi siap dipasarkan.

Riset Aceh Kopi



Kopi Aceh memang telah menjadi andalan Indonesia dalam hal produksi dan keunggulan mutu. Pasalnya sekitar 40 persen biji kopi Arabica tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia merupakan hasil produksi dari daerah Aceh. Kopi Aceh sendiri pengasil terbesar-nya adalah dari dataran tinggi Gayo, yang mana merupakan dataran tinggi yang sangat baik untuk kelangsungan hidup yang subur untuk jenis kopi pilihan.


Pada dasarnya kopi yang baik tumbuh adalah pada kisaran 1200-1300 M diatas permukaan air laut. Daerah penghasil biji kopi kami termasuk kategori tinggi dan kebun yang kami pilih adalah kebun-kebun organik yang artinya kebun yang diolah secara alami tanpa pupuk kimia.



Kami bukan hanya sekedar pedagang kopi tapi kami terus melakukan riset dan duduk bersama para petani kopi yang telah ahli dan berpengalaman dalam bidangnya. Kolektifitas ilmu untuk pengembangan terus kami lakukan dan terus kami kembangkan untuk menciptakan produk-produk kopi unggulan.

Maka dari itu acehkopi bukan hanya sebagai penjual kopi, akan tetapi acehkopi merupakan penggagas produk kopi aceh unggulan yang mana akan dikemas secara profesional dan terpercaya demi Anda mitra kami.


Wassalam



Acehkopi

Long Berry


Arabika Longberry merupakan jenis biji kopi arabika panjang dan memiliki citarasa yang unik. Permintaan longberry sangat diminati untuk menyatukan dengan biji kopi arabika grade one. Untuk produk Longberry kami baru menyediakan bagi Anda pelaku bisnis kopi.

Roasting (Kg)   :  Rp  300.000,-

Order Sekarang
Daftar Harga Produk Lainnya

Arabika dan Robusta


Berikut beberapa fakta perbedaan kopi Arabika dan Robusta

Tabel perbedaan antara kopi Arabica dan Robusta



Arabika Robusta
Tahun Ditemukan 1753 1895
Kromosom (2n) 44 22
Waktu dari berbunga hingga berbuah 9 Bulan 10 - 11 Bulan
Berbunga Setelah Hujan Tidak Tetap
Buah Matang Jatuh Dipohon
Produksi kg/ha 1500 - 3000 2300 - 4000
Akar Dalam Dangkal
Temperatus Maksimal (rata-rata/tahun) 15-24° C   24-30° C
Curah Hujan Optimal 1500-2000 mm 2000-3000 mm
Pertumbuhan Maksimum 1000-2000 m 0-700 m
Kadar Kafein 0,8-1,4% 1,7-4,0%
Bentuk Biji Datar Oval
Karakter Rebusan Asam Pahit
                                                                                



Luwak


Kopi Luwak sangat populer di Indonesia, dikarenakan sejarah dari penjajahan dahulu yang mana rakyat pribumi tidak dibolehkan untuk mengambil hasil panen kopi kita yang berlimpah. Karena hal itulah rakyat pribumi mengambil jalan lain yaitu dengan memanfaatkan musang (luwak) untuk mengambil sisa biji kopi lewat kotorannya.

Harga kopi luwak terus melambung tinggi karena permintaan pasar yang cukup signifikan. Kami terus mengembangkan teknologi dan kopi luwak kami proses dengan steril dan aman sehingga sangat layak untuk Anda konsumsi.


Roasting (kg)   Rp 700.000,-
Brewed (250g) Rp 220.000,-
Brewed (100g) Rp 120.000,-


Order Sekarang
Daftar Harga Produk Lainnya

Kopi Luwak

Kopi Luwak adalah seduhan kopi menggunakan biji kopi yang diambil dari sisa kotoran hewan luwak/musang. Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Kemasyuhuran kopi ini berada di kawasan asia tenggara telah lama diketahui, namun baru menjadi terkenal luas di peminat kopi setelah publikasi tahun 1980-an. Biji Kopi luwak termasuk kategori biji kopi termahal di dunia.



Sejarah

Asal mula Kopi Luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Kemudian pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, kopi luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial.

Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Dengan indera penciumannya yang peka, luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul matang optimal sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang masih dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak. Hal ini terjadi karena luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini, pada masa lalu hingga kini sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak. Aroma dan rasa kopi luwak memang terasa spesial dan sempurna di kalangan para penggemar dan penikmat kopi di seluruh dunia.

Daerah Penghasil


  • Gayo, Aceh
  • Sidikalang
  • Desa Janji Maria, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, 40 kilometer dari Laguboti.
  • Kota Pagaralam
  • Semende, Kabupaten Muara Enim
  • Liwa, Kabupaten Lampung Barat
  • Kotabumi, Lampung
  • Jawa Barat
  • Jawa Timur



Sumber : wikipedia